Pengamat politik Petrus Selestinus mengomentari pernyataan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab yang menawarkan kepada pemerintah untuk memilih antara rekonsiliasi atau revolusi.
Menurut Petrus, apa yang disampaikan Habib Rizieq hanyalah mencari sensasi dan mengundang reaksi publik setelah melarikan diri ke Arab Saudi dari berbagai kasus yang menjeratnya.
Apalagi kini dalam kasus chat WhatsApp berkonten pornografi, Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) itu telah menjadi tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Iya dia hanya ingin memancing reaksi saja, karena dia di tempat pengungsian tidak punya pilihan lain, paling buat manuver-manuver seperti itu seolah-seolah dia kuat," ungkap Petrus kepada Netralnews.com, Minggu (18/6/2017).
Oleh sebab itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini berharap pemerintah tidak perlu menanggapi tawaran Habib Rizieq. "Jadi sikap pemerintah harusnya nggak usah di dengar, lebih baik fokus upaya paksa kembalikan dia kesini," ujar Petrus.
Sebelumnya Habib Rizieq lewat sambungan telepon dari Arab Saudi dalam sebuah acara diskusi menginginkan, agar beberapa tokoh yang berada di pihak dia, mengatur format yang tepat untuk diadakannya rekonsiliasi dengan pemerintah.
Namun demikian ditegaskan Habib Rizieq, jika tawaran rekonsiliasi ditolak pemerintah dan masih ada ulama yang dikriminalisasi, kebebasan HAM para aktivis diberhangus, massa terus menerus dipersulit dan Islam di marginalkan, maka dia bertekad melakukan revolusi.
"Akan tetapi jika rekonsiliasi itu gagal, kalau rekonsiliasi itu tetap ditolak oleh pihak seberang sana, maka tidak ada kata lain yang harus kita lakukan kecuali lawan. Jadi sekarang pilihannya ada di hadapan pemerintah, terserah pemerintah, mau rekonsiliasi atau revolusi...?!" tegas Habib Rizieq, Jumat (16/6/2017).