Jokowi-Ahok, Kesetiaan yang Tak Terputuskan oleh Liur Kekuasaan

Hangat menyapa dan bersalaman di Hari Raya Idul Fitri, mungkin sudah menjadi tradisi antara Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sejak keduanya memimpin ibukota dari 2012 silam, hingga Jokowi menjadi presiden dan Ahok menggantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Namun di Lebaran 1438 H ini suasana itu tak lagi tersaji, mengingat Ahok dipenjara karena terjerat kasus penistaan agama, dan juga menanggalkan jabatannya sebagai gubernur.

Meski demikian, penulis Herry Tjahjono menilai, persahabatan keduanya tak mampu dipisahkan oleh jeruji besi dan kerasnya kehidupan panggung kekuasaan.

"Dua lelaki itu sama-sama perkasa. Keduanya sama-sama memendam rindu sebagai sahabat, yang kini dipisahkan oleh tajam dan kerasnya kehidupan di panggung kekuasaan," kata Herry.

"Maka biarlah hati yang bicara. Dan biarkan pula hati yang mendengar. Kesetiaan mereka satu sama lain tak bisa diputuskan oleh liur kekuasaan senikmat apapun," ujarnya.

Berikut tulisan lengkap Herry soal persahabatan Jokowi- Ahok, dikutip dari akun Facebooknya, Rabu (28/6/2017).

KISAH RINDU DUA LELAKI PERKASA

By : Herry Tjahjono, rakyat NKRI.

Jokowi, lelaki Jawa yang baik dan direstui Tuhan untuk memimpin republik ini - menerima siapapun yang hadir di istana untuk bersilaturahmi di hari yang fitri. Namun ada seseorang yang dulu selalu menyalaminya, kini tak lagi hadir.

Lelaki itu bernama Ahok. Lelaki Cina yang pernah jadi gubernur dan sangat diandalkannya. Gubernur jagoannya, yang bukan hanya hebat berkinerja - namun punya nyali rajawali untuk membasmi para maling.

Kini lelaki itu meringkuk sendirian di dalam selnya yang bisu. Adakah yang tahu jika Jokowi merindukan kehadiran lelaki perkasa yang sekarang jadi napi itu ? Tak ada yang tahu.

Jokowi adalah pemimpin paling dingin yang mahir menyimpan emosinya. Tapi siapapun yang paham hati Jokowi yang sesungguhnya lembut, baik dan selalu mengingat budi orang lain - dia akan paham - bahwa Jokowi merindukan lelaki yang pernah sangat diandalkannya itu.

Dan terlebih lagi, Ahok dengan sadar dan rela mengorbankan dirinya demi ketenangan dan kedamaian bangsa - yang notabene demi kelancaran tugasnya sebagai pemimpin tertinggi republik.

Ahok tak berteriak bahwa dirinya dikorbankan, tapi dengan sadar dan rela mengorbankan dirinya.

Mana mungkin lelaki santun berbudi baik seperti Jokowi melupakan sahabatnya itu ? Jokowi tentu merintih dalam hatinya, menahan rindu akan kehadiran lelaki bernama Ahok di istana - lalu menyalaminya dengan hangat. Seperti dulu...

Dan kepedihan itu makin bertambah ketika dia harus menahan semua rasa itu, demi menjaga posisinya yang serba mengikat.

Dan jauh di balik sel yang sepi, lelaki bernama Ahok terdiam dalam doanya. Mengingat kebaikan hati dan kesetiaannya pada Jokowi - siapa yang meragukan bahwa Ahok juga merindukan masa-masa hadir di istana dan bersalaman dengan sang presiden di hari yang fitri ini.

Dua lelaki itu sama-sama perkasa. Keduanya sama-sama memendam rindu sebagai sahabat, yang kini dipisahkan oleh tajam dan kerasnya kehidupan di panggung kekuasaan.

Ahok mungkin tetap mengirimkan ucapan 'selamat Idul Fitri-nya' kepada Jokowi, mengulurkan tali silaturahminya kepada Jokowi - sahabat yang sangat dihornatinya - meski hanya dalam hati.

Maka biarlah hati yang bicara. Dan biarkan pula hati yang mendengar. Kesetiaan mereka satu sama lain tak bisa diputuskan oleh liur kekuasaan senikmat apapun.

Dari dua lelaki perkasa itu kita belajar, betapa kesetiaan sering meminta pengorbanan yang teramat mahal - namun kadang tetap perlu dibayar demi menjaga sebuah kehidupan.

Biarkan hati yang bicara...
Biarkan hati yang mendengar...

Related Posts :