Quraish Shihab: Agama Tak Larang Kita Berbeda. Tapi Ini yang Dilarang

Hari ini Minggu (25/6/2017) umat Muslim dan Muslimat di seluruh dunia umumnya dan Indonesia khususnya merayakan Lebaran Idul Fitri 1438 H/2017. Kementerian Agama RI dan Pengurus Masjid Istiqal memberi kepercayaan kepada Profesor Quraish Shihab sebagai khatib (pengkotbah) dalam salat Ied di Masjid Istiqal Jakarta Pusat.

"Kita bersama sebagai umat Islam dan sebagai bangsa, kendati mazhab, agama atau pandangan politik kita berbeda. Karena kita semua ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita semua satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air dan kita semua telah sepakat Berbhineka Tunggal Ika, dan menyadari bahwa Islam, bahkan agama-agama lainnya, tidak melarang kita berkelompok dan berbeda. Yang dilarang adalah berkelompok dan berselisih," demikian Quraish Shihab mengawali Khatib yang dibawakan dalam salat Ied Lebaran Idul Fitri 1438 H di Masjid Agung Istiqal, Jakarta Pusat, Minggu (25/6/2017) pagi.


Dalam khatib tersebut Quraish mengambil dua pesan penting untuk disampaikan.
Pertama, karena manusia diciptakan dari tanah, tak heran jika cinta tanah air merupakan fithrah yakni naluri manusia. Bagian kedua adalah kesadaran tentang kesamaan dan kebersamaan merupakan salah satu sebab Muslim diwajibkan berzakat.

"Dengan takbir dan tahmid, kita melepas Ramadan yang insya Allah telah menempah hati, mengasuh jiwa serta mengasah nalar kita. Dengan takbir dan tahmid, kita melepas bulan suci dengan hati yang harus penuh harap, dengan jiwa kuat penuh optimisme, betapa pun beratnya tantangan dan sulitnya situasi. Ini karena kita menyadari bahwa Allah Maha Besar," kata Quraish Shihab di hadapan ribuan jemah di Masjid Agung Istiqal.

Bahwasanya, semua kecil dan ringan selama kita bersama dengan Allah. Kita bersama sebagai umat Islam dan sebagai bangsa, kendati mazhab, agama atau pandangan politik kita berbeda. Karena kita semua ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita semua satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air dan kita semua telah sepakat ber-Bhineka Tunggal Ika, dan menyadari bahwa Islam, bahkan agama-agama lainnya, tidak melarang kita berkelompok dan berbeda. Yang dilarang-Nya adalah berkelompok dan berselisih.

"Artinya, janganlah menjadi serupa dengan orang-orang yang berkelompok-kelompok dan berselisih dalam tujuan, setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan. Mereka itulah yang mendapatkan siksa yang pedih," ujarnya mengutip Ayat Suci Q.S. Ali ‘Imran ayat 105.

Keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh makhluk, termasuk manusia.

Jadi, seandainya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi (tidak demikian kehendak-Nya). Itu untuk menguji kamu menyangkut apa yang dianugerahkan-Nya kepada kamu. Karena itu berlomba-lombalah dalam kebajikan (Q.S. Al-Maidah ayat 48).

"Saudara, kini kita beridul fitri. Kata fithri atau fithrah berarti 'asal kejadian', bawaan sejak lahir. Ia adalah naluri. fitri juga berarti suci, karena kita dilahirkan dalam keadaan suci bebas dari dosa. Fithrah juga berarti 'agama' karena keberagamaan mengantar manusia mempertahankan kesuciannya. Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus," urai Prof. Quraish Shihab.

Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum ayat 30).

"Dengan beridul fitri, kita harus sadar bahwa asal kejadian kita adalah tanah: Allah Yang membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan dan Dia telah memulai penciptaan manusia dari tanah," paparnya mengutip Q.S. AsSajadah ayat 7.

Tokoh cendikiawan Muslim Indonesia itu pun kembali menekankan, bahwa, kita semua lahir, hidup dan akan kembali dikebumikan ke tanah. Dari bumi Kami menciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu untuk dikuburkan dan darinya Kami akan membangkitkan kamu pada kali yang lain. (Q.S. Thaha ayat 55), ulasnya.

"Kesadaran bahwa, asal kejadian manusia dari tanah, harus mampu mengantar manusia memahami jati dirinya. Tanah berbeda dengan api yang merupakan asal kejadian iblis. Sifat tanah stabil, tidak bergejolak seperti api. Tanah menumbuhkan, tidak membakar. Tanah dibutuhkan oleh manusia, binatang dan tumbuhan, tapi api tidak dibutuhkan oleh binatang, tidak juga oleh tumbuhan. Jika demikian, maka manusia mestinya stabil dan konsisten, tidak bergejolak, serta selalu memberi manfaat dan menjadi andalan yang dibutuhkan oleh selainnya,"papar pria kelahiran Sulawesi Selatan 16 Frebuari 1944 itu.

Lanjut Mantan Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998) itu, bahwa, bumi di mana tanah berada, beredar dan stabil. Allah menancapkan gunung-gunung di perut bumi agar penghuni bumi tidak oleng – begitu firman-Nya dalam Q.S. An-Nahl ayat 15. Peredaran bumi pun mengelilingi matahari sedemikian konsisten! Kehidupan manusia di dunia ini pun terus beredar, berputar, sekali naik dan sekali turun, sekali senang di kali lain susah, ujarnya menyentuh lubuk hati ribuan jemaah saat hadir dalam Salat Ied di Masjid Istiqal,Jakarta Pusat.

"JIka tidak tertancap dalam hati manusia pasak yang berfungsi seperti fungsinya gunung pada bumi, maka hidup manusia akan oleng, kacau berantakan. Pasak yang harus ditancapkan ke lubuk hati itu adalah keyakinan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah salah satu sebab mengapa idul fitri disambut dengan takbir," ujar nya mengingatkan.

Bahwa, kesadaran akan kehadiran dan keesaan Tuhan adalah inti keberagamaan. Itulah fithrah atau fitri manusia yang atas dasarnya Allah menciptakan manusia (Q.S. Ar-Rum ayat 30).

Related Posts :