Sempat muncul tanda pagar #OTTRecehan yang diinisiasi jaksa di lingkungan Kejaksaan Agung. #OTTRecehan itu disebut merupakan rasa kecewa para jaksa atas perbuatan Kasi Intel III Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba yang ditangkap KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pun bicara panjang-lebar tentang #OTTRecehan tersebut. Menurut Syarif, besaran uang yang disita saat OTT tidak menjadi patokan.
"Ngapain cuma Rp 10 juta? Ngapain juga cuma Rp 50 juta? Tapi, di balik recehan itu sebenarnya ada miliaran. OTT terakhir yang dilakukan Rp 10 juta dan itu yang diributin sebagai OTT recehan," ucap Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2017).
Menurut Syarif, proyek yang ada di Bengkulu yang berbau suap itu sudah ada bagiannya untuk urusan rasuah. Bahkan bagian-bagian itu sudah tertulis dalam dokumen.
"Bagi satgas atau yang ada di sini, ikut itu, di dalam satu proyek besar yang di Bengkulu itu. Itu sudah ditulis ada 6 persen dari anggaran itu, dipakai 3 persen untuk internal, which is yang punya proyek, dan 3 persen lagi dipakai eksternal, yang salah satunya aparat penegak hukum. Itulah yang ditangkap untuk menyelamatkan 6 persen dari jumlah proyek itu. Itu yang ingin kami kerjakan," sebut Syarif.
Syarif lalu menceritakan tentang salah satu OTT KPK yang 'hanya' menangkap seorang pegawai negeri sipil di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dia adalah Rohadi, yang 'hanya' sebagai PNS.
"Dalam satu pertemuan, waktu itu ada yang bilang ke Pak Agus, 'Pak Agus, Rp 50 juta itu orang polres saja yang tangkap, masak KPK?' Tapi apa yang terjadi di balik Rp 50 juta?" ucap Syarif.
"Rohadi cuma panitera pengadilan. Dia pergi dengan voorijder setiap hari, punya rumah sakit, punya amusment park, punya 17 mobil mewah kalau nggak salah, punya beberapa rumah mewah, punya istri lebih dari satu, penyanyi dangdut. Ya Rp 50 juta, tetapi kita save puluhan atau ratusan miliar," sambung Syarif.
(dhn/fjp)