Tulisan Menohok, "Di Balik Sebutan Narapidana, Ahok Jauh Lebih Bernyali dan Bermartabat". Bacanya Bikin Ribuan Netizen Terharu...!

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kini menyandang status sebagai narapidana, setelah dirinya maupun jaksa memutusan menghentikan upaya banding atas vonis dua tahun penjara dari majelis hakim dalam kasus penistaan agama.

Meski telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun pro-kontra soal Ahok masih berlanjut, terutama terkait tempat di mana ia akan menjalani hukumannya. Kini Ahok masih berada di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Sejumlah pihak yang kontra menginginkan agar secepatnya mantan Bupati Belitung Timur itu dipindahkan ke Lapas Cipinang, Jakarta Timur. Sedangkan pihak lainnya berharap Ahok tidak dipindahkan ke Cipinang. Sementara itu, Ahok sendiri lewat tim kuasa hukumnya, mengaku siap ditempatkan di penjara manapun.

Hal itu kemudian mengundang penulis Herry Tjahjono untuk meyampaikan pendapatnya atas sikap ksatria yang ditunjukan oleh mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar itu.

" Ahok, menegakkan martabatnya di balik sebutan narapidana yang disandangnya. Dalam kesendiriannya, ia bersimpuh dan berbisik : " Tuhanku, Engkaulah pelindungku...." kata Herry.

Berikut tulisan lengkap Herry di akun Facebook-nya, Selasa (13/6/2017).


NAPI ITU MENEGAKKAN MARTABATNYA

By : Herry Tjahjono, rakyat NKRI.

Ketika ada oknum wakil rakyat yang selama ini hanya bisa omong dan bilang bahwa Ahok harus segera dipindah ke LP...

Lalu pada saat yang sama

Sahabat setianya - Djarot - keberatan jika Ahok dipindahkan ke LP Cipinang dengan alasan-alasan yang masuk akal...

Maka dengan tenang dan ksatria Ahok justru menyatakan dia siap dipindah ke LP - yang jauh lebih beresiko bagi dirinya. Ini bukan soal kenekadan, tapi keberanian untuk bertanggungjawab - patuh pada hukum yang berlaku.

Inilah yang disebut manusia bernyali. Nyali tidak berhubungan dengan nekad atau menantang, tapi karena kepasrahan bulat pada Sang Pencipta. Sejak awal persidangannya, sampai masuk penjara - dan di manapun akan ditempatkan - Ahok tak menggeser kakinya satu sentimeterpun dari tanah republik. Ia tak kabur ke padang gurun atau kutub utara.



Ahok mengajari kita semua : bagaimana mengisi dan menjalani hidup dengan gagah dan ksatria. Bahwa hidup itu mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan dia menjalaninya dengan tuntas.

Ahok, menegakkan martabatnya di balik sebutan narapidana yang disandangnya. Dalam kesendiriannya, ia bersimpuh dan berbisik : " Tuhanku, Engkaulah pelindungku...."

Di akun Facebooknya Herry Tjahjono juga menulis soal duka yang kembali hadir:

Memang masih ada Djarot memimpin Jakarta sampai Oktober - orang baik sahabat Ahok - namun roh kepemimpinan yang utuh dan solid sudah tak hadir lagi.
Roh (kepemimpinan) itu juga tak mempedulikan saat-saat akan hadirnya pemimpin baru paska Oktober nanti. Roh itu pergi. Tentu ini bukan salah Djarot, sebab dia adalah dwitunggal dengan Ahok - mereka harus berpasangan. Maka belum apa-apa Jakarta mulai mengalami 'set-back'.
Rumah bedeng liar mulai tumbuh bak cendawan di musim hujan. PSK mulai berkeliaran menjajakan diri di Kalijodo. Tanah Abang kembali macet, kusut persis benang ruwet. Keindahan demi keindahan mulai sirna.
Apa yang dirasakan Ahok ? Tersenyum senang sembari bergumam sinis : " Tuh rasain, ngga ada saya - berantakan lagi.....

Percayalah, Ahok bukan tipe pemimpin dan manusia seperti itu. Saya berani bertaruh dia sedih menyaksikan semua itu. Kenapa ? Karena Ahok memang tipe pemimpin melayani yang sangat altruis - mendahulukan rakyatnya, kotanya - dan kalau perlu dia siap berkorban setiap saat. Jika dia tak altruis, maka dia tak akan membatalkan bandingnya, dia tak akan mundur, dia tak akan mengembalilan dana operasional haknya. Itu semua tindakan altruis.

Maka kini air matanya tentu kembali terurai. Duka yang lain kembali hadir. Dia akan pedih menyaksikan kota yang diukirnya dengan indah mulai coreng-moreng. Dia akan perih menyaksikan warganya tak lagi punya pundak bersandar setiap pagi di Balai Kota. Duka itu untuk sebuah kesejahteraan - baik bagi kota maupun warganya - yang selama ini dia perjuangkan dengan segenap jiwa raga.

Sebuah duka yang lain kembali hadir dalam hari-harinya yang sepi. Dan duka itu bukan untuk dirinya. Bukan....

Saya tiba-tiba kembali teringat quote anak perempuan saya yang masih remaja - sesaat setelah mengetahui Ahok kalah pada 9 Mei lalu. Dia menulis statusnya :

'You all drop a diamond while picking up a penny.'

'Kalian semua membuang sebutir berlian dan menjumput koin recehan.'

Dan anak saya benar, itulah yang kini mulai terjadi. Namun sekali lagi, air mata Ahok bukanlah air mata kegembiraan - melainkan sebaliknya. Duka yang bukan untuk dirinya sendiri.